Kualitas LPTK Masih Memprihatinkan
Magister-pendidikan. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) prihatin karena kinerja beberapa perguruan tinggi penghasil guru (lembaga pendidikan tenaga kependidikan /LPTK) menyedihkan. Mendidik guru tidak boleh main-main, seadanya, dan semaunya.
"Jangan hanya karena ambisi mengeruk keuntungan besar, menyelenggarakan pendidikan guru tidak memiliki standar sama sekali. Saat ini tuntutan terhadap penyiapan calon guru berkualitas menjadi tantangan utama para pengelola perguruan tinggi yang mendidik guru", kata Ketua Umum PGRI Sulistiyo kepada Suara Merdeka, baru-baru ini.
Menurutnya, guru berkualitas akan lahir dari pendidikan calon guru yang berkualitas pula. Karena itu, dia berharap IKIP PGRI Semarang tidak sekadar memikirkan diri sendiri tapi sungguh-sungguh dan memastikan menyiapkan calon guru yang berkualitas, berpartisiapsi dalam peningkatan kualitas guru, membangun masyarakat yang lebih maju, dan sejahtera. Lebih khusus lagi, ikut bekerja keras mewujudkan PGRI sebagai organisasi profesi guru Indonesia yang dinamis, terpercaya, kuat, dan bermartabat.
"PGRI periode ini harus berupaya keras agar pelaksanaan dan penegakan kode etik guru bisa berjalan baik, perlindungan hukum dan profesi bisa dijalankan. Tugas sangat berat yang diputuskan dalam kongres adalah pelaksanaan kewenangan PGRI untuk menyertifikasi guru bersama pemerintah dan lembaga pendidikan guru yang terakreditasi", katanya. Persoalan Serius Berkaitan dengan persoalan guru dan pendidikan, PGRI lima tahun mendatang harus mendorong penyelesaian berbagai hal.
Di antaranya, evaluasi penyelenggaraan otonomi pendidikan, termasuk guru. Otonomi telah melahirkan sejumlah persoalan serius tentang pendidikan. Mutu pendidikan dirasa tidak meningkat dan guru menjadi korban politik. Undang-Undang Sisdiknas juga perlu dievaluasi untuk direvisi.
Sementara itu, SKB Lima Menteri perlu ditinjau kembali. Pelaksanaan SKB Lima Menteri telah menimbulkan persoalan dan penderitaan guru, pelaksanaannya jauh dari upaya peningkatan mutu tetapi semata-mata berpikir untuk pemerataan guru yang justru bisa kontraproduktif dengan peningkatan mutu.
"Pelaksanaan sertifikasi harus dievaluasi. Tahun ini terlambat sehingga dimungkinkan penerimaan sertifikat juga terlambat. Jika itu berdampak pada keterlambatan penerimaan tunjangan profesi guru (TPG) tahun 2014, layak dicurigai ada kesengajaan dari pemerintah untuk tidak memperlancar proses sertifikasi dan pembayaran (TPG)".
"Pembayaran TPG dari tahun ke tahun tidak makin baik, justru makin buruk. Kinerja kementerian sungguh memprihatinkan", katanya. Menurutnya, masalah lain yang harus diselesaikan adalah kekurangan guru, terutama guru SD hampir di seluruh kabupaten/kota. Begitu pula menyangkut guru honorer dan guru swasta. PGRI telah mengusulkan subsidi penghasilan minimal bagi guru non-PNS (C19-60). (SuaraMerdeka)