Bahasa Indonesia Siap Jadi Bahasa Resmi ASEAN
Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang, Bahasa Indonesia diyakini sangat berpeluang menjadi bahasa resmi ASEAN. Seperti halnya Bahasa kata Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Muhadjir Effendy, menjadi bahasa resmi Uni Eropa.
Muhadjir menuturkan, saat ini ASEAN dihuni sekitar 626 juta jiwa, yang 150 juta jiwa di antaranya adalah masyarakat Indonesia. Kondisi ini menandakan bahwa pengguna Bahasa Indonesia menjadi yang terbanyak dibandingkan negara lainnya di ASEAN. Dengan pertimbangan tersebut, bagi Muhadjir, MEA akan sulit berjalan dengan baik jika tidak ada kesepakan tentang bahasa bersama yang akan digunakan.
Dalam konteks ini, menurutnya, yang paling berpeluang menjadi bahasa resmi ASEAN yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu, karena kedua bahasa ini memiliki jumlah penutur terbanyak. “Karena itu UMM sangat mendorong internasionalisasi bahasa Indonesia, di antaranya melalui kebijakan mewajibkan setiap mahasiswa asing yang kuliah di UMM agar bisa berbahasa Indonesia dengan mahir,” terang Muhadjir pada pembukaan Seminar Internasional Politik Bahasa Indonesia yang diadakan oleh Lembaga Kebudayaan (LK) UMM di ruang teater UMM Dome, Selasa (4/11). Kegiatan berakhir Rabu (5/11) ditutup dengan penandatanangan dan deklarasi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional dan rekomendasi sebagai bahasa resmi ASEAN di era MEA.
Kebijakan ini berimplikasi pada terbentuknya kelas-kelas internasional di UMM yang tidak menggunakan bahasa Inggris, tapi justru berbahasa Indonesia. “Jadi di UMM itu yang namanya kelas internasional yaitu kelas berbahasa Indonesia yang diikuti mahasiswa asing dari berbagai negara. Nah, tanggung jawab kita adalah bagaimana membuat mahasiswa asing yang kuliah di sini bisa fasih berbahasa Indonesia,” ungkapnya.
Muhajdir menambahkan, yang disebut internasional bukan soal bahasanya, tapi apakah kualitasnya diakui dunia atau tidak. Ia mencontohkan penyebutan jurnal internasional yang lebih merujuk pada jurnal yang meraih akreditasi internasional, bukan justru jurnal berbahasa Inggris. “Tidak semua jurnal berbahasa Inggris diakui internasional, sebaliknya, banyak jurnal berakreditasi internasional yang tidak menggunakan bahasa Inggris. Karena itu bisa saja jurnal berbahasa Indonesia disebut jurnal internasional, selama kualitasnya diakui dunia,” papar Muhadjir dalam siaran persnya, Kamis (6/11). (ROL)