Cara Merawat Bonsai Agar Menjadi Juara
Luruskan Mitos Produk Suka-suka
“Bonsai bukan produk suka-suka, tapi karya seni yang ada di dalam koridor. Itu untuk meluruskan mitos kalau bonsai tak sekedar koleksi bergengsi,” kata Anggota Tim Juri Kontes Bonsai Indonesia, Wawang Sawala.
Draft dan teknik penjurian bonsai penting diketahui, terutama bagi penghobi pemula. Tokoh bonsai dan juga anggota tim juri, Wawang Sawala, akan memandu artikel ini, sejalan juga dengan bagaimana teknik penjurian Ia juga memberikan beberapa tips bagaimana mendapatkan poin tinggi dalam kontes, dengan mendekatkan pada draft yang ada.
Memang tak ada yang bisa menyalahkan bila kita menyebutkan, kalau bonsai sebagai produk suka-suka. Sebab, bonsai yang dibuat merupakan satu bentuk ekspresi yang kita tuangkan dalam bentuk tanaman. Jadi apapun bentuknya, pasti berdasakan selera dari pemilik yang tentu tak bisa disalahkan.
Anggapan ini tentu bisa saja benar, dengan syarat bahwa karya bonsai yang dimiliki untuk dinikmati sendiri, bukan untuk diikutkan dalam lomba. Sebab, saat masuk dalam lomba atau kontes akan ada aturan baku yang mengatur bagiamana bonsai yang bagus dan layak jadi juara. Pedomannya ada pada draft penjurian yang nantinya akan memberikan nilai dari produk tersebut.
“Aturan dibuat untuk memberikan pedoman mana produk yang baik dan layak juara,” tandas Wawang yang sudah menggeluti bonsai dari tahun 70-an.
Secara garis besar, draft penjurian terdiri dari empat sub, yaitu:
Gerak Dasar
Pada item ini bonsai akan dinilai dari arah pergerakan, mulai dari akar hingga ujung batang dengan fokus penilaian di bagian akar dan batang. Di sini, akan dinilai bagaimana gerakan tanaman dari tiga poin, yaitu gaya, karakter, dan alur gerak. Untuk gaya adalah penilaian bonsai menurut gaya yang sesuai dengan kriterianya.
Contohnya, gerakan ke atas – tegak – lurus, maka yang baik adalah mempunyai bentuk mengerucut, dimana bagian batang bawah lebih besar dan mengecil di bagian ujungnya. Itu sama halnya dengan gaya menyamping harus ada keseimbangan yang bisa dilihat dari bagian akar yang mendukung gerakan itu.
“Bila gaya menyamping ke kanan, maka bagian akar sebelah kanan batang harus lebih kokoh untuk menyangga batang. Di situ, gerakan yang muncul memang menyesuaikan dengan apa yang terjadi di alam,” ujar Wawang.
Di poin karakter, menonjolkan kekuatan dari jenis tanaman. Diantaranya, dari ketuaan batang. Penilaiannya dari karakter atau watak yang berbeda di setiap jenis yang terlihat dari ciri anatominya. Di bagian ini memang akan memberikan nilai lebih untuk jenis asam jawa maupun santigi yang mempunyai karakter batang pecah dan tua. Bentuk tua ini yang akan memberikan nilai lebih saat penjurian.
Poin terakhir adalah alur gerak yang terdapat di seluruh anatomi, mulai dari akar sampai mahkota. Penilaian juga termasuk dalam bonsai yang mempunyai batang lebih dari satu, baik twin, triple atau grouping. Di sini, karakter gerakan jadi poin penting. Contohnya, pada gaya in-formal alur gerak yang baik lekukan batang tak hanya menyamping ke kanan atau ke kiri, tapi juga bisa ke depan dan ke belakang. Untuk gerakan seperti ini nilainya akan jauh lebih besar.
Kematangan
Di sub penjurian, kematangan yang diutamakan adalah proses hasil akhir dari tanaman, baik dari anatomi maupun pembuatannya. Konsentrasi penilaian ada pada cabang, ranting, dan daun. Untuk poin pertama adalah tahapan, fokus pada perjalanan hidup bonsai sesuai dengan anatominya.
Kriteria penilaian sendiri ada 5 berdasarkan kelengkapan anatomi, yaitu bayi yang hanya memiliki akar dan batang, kemudian anak dengan akar, batang dan cabang. Selanjutnya, remaja yang ditandai dengan munculnya ranting. Pada remaja, selain cabang muncul juga ranting dan anak ranting. Terakhir adalah tua, dimana struktur tanaman sudah lengkap dari akar, batang, cabang, ranting, anak ranting, dan beberapa bagian lainnya.
Poin selanjutnya adalah keseimbangan anatomi. Di sini, bonsai semakin tua ukuran maupun diameter anatomi, akan makin seimbang dan lengkap. Pada poin ini akan memberikan nilai tinggi di anatomi tanaman yang tua. Indikatornya, menurut Wawang, bisa dilihat dari ukuran cabang dibandingkan batang. Bila ukuran proporsional, artinya cabang tak terlalu kecil dibandingkan batang, maka indikator seimbang sudah dimiliki.
“Kalau batang sebesar badan manusia cabang setidaknya sebesar paha, jadi bentuknya simbang. Jadi, ukuran bonsai bukan jaminan mendapatkan nilai tinggi di bagian ini bila kelengkapan anatomi tak seimbang,” ungkap Wawang.
Ketiga adalah poin dimensi yang menggambarkan ukuran ruang dari bonsai itu. Sebab, bonsai merupakan karya seni tiga dimensi yang menempati tiga orientasi. Jadi, adanya kesan luas yang dicirikan dari gerakan batang, cabang maupun ranting sangat penting dimiliki.
Untuk komposisi yang jadi poin terakhir menggambarkan tata letak dan susuan satu atau beberapa obyek dalam satu ruang tertentu. Tujuannya, untuk menggambarkan satu-kesatuan yang harmonis, termasuk ukuran obyek itu.
“Contohnya, bonsai dengan gaya miring ke kanan, akan baik bila diletakkan di sebelah kiri dari pot agar seimbang. Konsepnya seperti memasukan foto dalam frame dan membuatnya jadi indah untuk dilihat,” jelas Wawang.
Keserasian
Fase ini dibagi atas tiga poin, yaitu kesehatan, peletakan di wadah/pot, dan kesan tua. Untuk poin pertama kesehatan di sini jelas memperlihatkan aspek fisiologis tanaman terkena penyakit atau tidak saat dilakukan kontes. Meski hanya sedikit bagian yang hidup – tapi bila kesehatan baik – maka nilai di bagian ini bisa tinggi.
“Sama halnya dengan daun yang sengaja dirontokkan bisa dinilai sehat, karena mencirikan tumbuh saat musim meranggas atau musim gugur. Jadi, nilai tetap bisa tinggi,” ujar Wawang.
Pada penempatan di pot, menitik-beratkan pada perspektif yang jadi jarak pandang, proporsi dan harmoni, sehingga memilih ukuran dan desan pot akan menentukan penilaian di bagian ini. Untuk bonsai yang punya karakter kekar dan maskulin, akan lebih menarik diberikan pot dengan bentuk yang tajam, seperti segi enam. Begitu juga dengan ukuran pohon dan pot harus sesuai
Kesan tua di sini adalah penampilan karakter dari tekstur kulit atau kayu di setiap anatomi sesuai rentang perjalanan hidupnya dengan warna yang alami. Jadi, aksesori seperti cat harus diminimalkan, agar kesan alami lebih terlihat tanpa ada yang ditutupi.
Penjiwaan
Ada tiga hal yang diambil, yaitu keseimbangan optik, realitas alam serta kesan, dan pesan. Untuk keseimbangan optic, jelas bahwa bonsai harus enak dilihat dari sudut pandang yang diinginkan oleh pemilik. Di situ, menitik-beratkan pada pengolahan rasa dan hal-hal yang tersirat. Selanjutnya adalah realitas alam yang berhubungan dengan gerakan dari bonsai. Contohnya, bonsai yang tumbuh di atas tebing batu harus mempunyai gerakan yang selaras dan mencerminkan lokasi hidup secara lengkap.
Unsur utama yang mempengaruhi adalah sumber air dan matahari. Di realitas alam, juri akan melihat ada-tidaknya kejangggalan dari karya yang dibuat. Contohnya, tajuk yang langsung terkena sinar matahari harus punya ukuran lebih besar dibandingkan tajuk terhalang sinar. Sebab, matahari akan mempercepat pertumbuhan daun, sehingga volume-nya akan lebih besar.
“Di bagian terakhir, yaitu pesan kesan jadi yang paling sulit, karena juri dituntut untuk menangkap keinginan dari pemilik. Namun untuk pebonsai yang pintar, emosi saat pembuatan akan terlihat dari setiap detail karya. Di situ, makin kuat emosi yang terlihat, nilai akan makin besar,” terang Wawang.
Menang-kalah dalam kontes memang tak bisa dipastikan, tapi semakin dekat dengan konsep penjurian, maka nilai tinggi akan lebih mudah dicapai. Tanpa menghilangkan nilai idealisme seni, bonsai tetap memberikan nilai tinggi. Bahkan dengan melihat aturan tersebut, mampu meningkatkan ketajaman seni dari pebonsai pemula.
Wawang Sawala, Juri Bonsai Indonesia, mengaku kalau masih ada pebonsai yang ikut dalam kontes, tapi tak mengerti apa saja yang dinilai. Sebab, masih banyak yang menilai bonsai sebagai satu karya seni yang hanya dilihat sebagai seni tanpa ada aturan baku.
Padahal bila dilihat ke belakang – di edisi Tabloid Gallery sebelumnya – kontes bonsai penuh dengan tahapan penilaian yang kompleks. Akhirnya yang ada saat kontes adalah peserta protes kenapa miliknya tidak mendapatkan hasil yang diinginkan.
“Saat dibalik Tanya, apa mereka mengerti apa saja yang dinilai, baru mereka diam. Dan ironisnya, hampir di setiap kontes akan muncul pebonsai yang mengungkapkan kekecewaan yang sama, tanpa tahu sebabnya,” ungkap Wawang.
Padahal hal seperti ini bisa dihindari dengan mengetahui dan mau belajar apa saja yang harus disiapkan, mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk ditampilkan. Sebab, bagaimana pun juri tetap mengacu pada draft yang sudah disetujui oleh perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI).
Dan tentunya, para juri yang diambil memang mempunyai kompetensi yang sesuai. Bila aturan sudah dipahami, maka akan mudah untuk memprediksi hasil yang keluar dan bila tak sesuai bisa dilakukan diskusi dengan juri.
“Kalau peserta sudah mengetahui materinya, itu lain soal, karena jadi satu diskusi positif, bukan debat kusir. Dari situ, maka akan muncul pembelajaran baik bagi penghobi maupun juri,” ujar Wawang.
Untuk penilaian, juri akan menggunakan lima skala, yaitu mulai dari kurang dengan nilai 51-60, kemudian cukup mulai dari 61-70, baik nilai 71-80, dan terakhir sangat baik 81-90. Pada penentuan bendera, maka akan ada akumulasi nilai, dimana berhak menyandang bendera merah dengan nilai di atas 321.
Sedangkan satu tingkat di bawahnya, antara 301-320 dan di level paling bawah untuk mendapatkan bendera dengan kisaran nilai 281-300. Biasanya, bendera merah akan menempati bagian yang terbaik. Sedangkan untuk posisi di bawahnya, ada yang mengguankan warna kuning dan hijau.
Lekukan Indah di Gerak Dasar
Pada penilaian di gerak dasar, maka fokusnya adalah di akar dan batang, sehingga pebonsai harus memperhatikan kemana arah gerakan akar dan batang. Bagi para senior, tentu sudah mengerti mana yang baik dan tidak, tapi untuk pemula cukup kesulitan untuk membentuk bagian akar dan batang.
Akar harus memperlihatkan kekuatan untuk menopang batang dengan minimal tiga titik. Akan lebih baik, bila akar terlihat melingkar dari seluruh bagian batang.
“Tiga titik jadi angka minimal untuk menopang dan itu harus dimiliki. Sebab akar mempunyai tiga fungsi, yaitu menahan pohon, menentukan keberadaan, dan tentunya fungsi utama menyerap makanan,” terang Wawang.
Bentuk batang juga akan mempengaruhi gerakan akar, karena di batang yang miring maka akar harus lebih kuat pada arah condongan untuk menahan batang. Jika batang ke kanan, maka akar harus lebih banyak di bagian kanan, bukan di kiri. Jadi bila mendapatkan akar yang kurang seimbang, bisa dilakukan penempelan untuk memperkuat/memperbesar bagian akar.
Gerakan batang juga akan mempengaruhi, selain dari ukuran yang makin kecil ke puncak liukan lebih baik bila tidak berkesan datar. Contohnya, untuk gaya in-formal liukan harus mampu memberikan dimensi dengan gerakan ke depan kiri dan kanan. Jadi, saat melakukan tekuk batang harap dipertimbangkan konsep ini.
Karakter tua juga masuk dalam gerak dasar, sehingga jenis yang mampu mengeluarkan karakter tua, seperti santigi maupun cemara udang maupun beringin, mampu memberikan nilai yang baik. Dengan kontur pecah di batang, terutama pada senitigi, mau-tidak-mau jenis ini punya kelebihan.
Proporsional untuk Kematangan
Kematangan lebih menunjukkan adanya satu keseimbangan ukuran antara akar, batang, cabang, dan ranting. Di sini, kombinasi ke semua bagian akan membentuk satu visualisasi yang indah. Jadi bila batang yang muncul mempunyai diameter sekitar 5 cm, maka cabang yang keluar setidaknya mempunyai ukuran 2-3 cm.
“Untuk bagian ini, orang awam biasanya sudah bisa merasakan apakah ukurannya seimbang atau tidak,” imbuh Wawang.
Kelengkapan tanaman juga memberikan nilai untuk melihat ketuaan tanaman, dimana semakin lengkap bagian tanaman, nilainya makin tinggi. Namun bukan berarti banyak cabang akan memperbanyak nilai, karena yang diutamakan adalah bagian fisiologis, yaitu akar, batang, cabang, ranting, dan daun.
Dengan posisi yang lengkap, maka dimensi atau kesan besar dan jauh dari pohon harus terlihat. Caranya, bisa dengan memberikan gerakan cabang atau ranting di bagian belakang tanaman. Posisi batang juga menentukan penilaian. Contohnya, gaya tegak ke atas baik diletakkan di tengah pot. Jadi, pot dan tanaman jadi satu-kesatuan bentuk yang tak bisa dipisahkan.
Keserasian dari Kombinasi Aksesoris
Pada poin keserasian, ini jelas harus menunjukkan proporsi dan keserasian dari semua bagian tanaman, termasuk masalah kesehatan. Di sini jelas sehat harus didapat dengan ciri daun yang mengkilat. Lalu, bagaimana dengan bonsai yang menggunakan gaya rontok daun?
“Rontok masih bisa tergolong sehat, seperti halnya pohon jati saat musim meranggas akan kehilangan semua daunnya. Bahkan untuk gaya ini, nilainya sering mendapatkan apresiasi bagus, karena jarang yang berani melakukannya. Selanjutnya adalah peletakan dalam pot,” kata Wawang.
Posisi akan menentukan prestasi, memang bukan hanya slogan buat mencontek. Sebab, di bagian ini akan memberikan nilai cukup besar. Kombinasi serasi antara pohon dengan pot, jadi hal penting, terutama dari bentuk, kedalaman, dan warna. Bentuk pot bulat akan baik digunakan pada gaya ke atas tegak dengan cabang dan melingkar. Sementara warna, memang lebih mencerminkan kesan tua dengan coklat tua maupun coklat muda.
Kemudian untuk menjadikan tanaman berkesan tua, tentu harus mempunyai bagian yang mati, tapi tetap menempel. Di bagian ini tentu akan memberikan kesan tua yang kental, apalagi bila dilakukan penghalusan untuk memunculkan warna alami kayu. Hindari penggunaan cat, karena juri akan memberikan catatan khusus. Selain itu, melakukan penempelan batang mati untuk memberikan kesan tua masih belum diijinkan.
Hukum Alam di Penjiwaan
Keseimbangan optik di sini jelas mengutamakan kemudahan dalam melihat bonsai. Artinya, bentuk keseluruhan tanaman tidak ada kejanggalan. Jadi, sangat penting untuk memperhatikan tajuk berdasarkan sinar matahari. Di sini tajuk yang terkena sinar langsung harus lebih besar dibandingkan yang tertutup.
Selanjutnya adalah gerakan batang yang akan mencirikan dimana dia tumbuh, sehingga tak sekedar mengolah gaya, tapi harus berdasarkan hukum alam. Contohnya, untuk tegak lurus harus mencirikan tumbuh di wilayah yang luas, sehingga cabang dan ranting punya gerakan lebih bebas.
Bonsai sebagai karya seni, mau-tidak-mau harus memberikan pesan yang menyesuaikan dengan kondisi fisiologisnya. Contohnya, bonsai yang hidup di daerah gersang harus mencirikan kesulitan mendapatkan air. Begitu juga untuk daerah yang subur, maka tanaman harus terlihat gemuk dan sehat.