Mengantar Ibu



Menunggu lampu merah berganti lampu hijau yang sudah hampir 15 menit seharusnya membuatku berpikir produktif. Menulis kek, baca buku kek, hahaha. Tapi justru aku tidak jelas main instagram. Perempatan lampu merah di Rungkut Kidul Industri ini memang selalu lama. Hal ini dikarenakan jalanan sempit sehingga dalam hitungan sekitar 3 menit saja lampu hijau berganti lampu merah seakan cepat sekali. Untung pakai taksi online yang tarifnya flat, coba kalau pake taksi argo ga kebayang argo melesat terus, hahaha.

Baiklah, sambil menunggu taksi online yang aku tumpangi bergerak, aku membuka note di gawai dan mulai mengetik kata demi kata. Membunuh kejenuhan karena menunggu.




Kali ini aku menulis sesuatu yang random saja karena sedang tidak memiliki ide mereview kuliner. Aku ingin bercerita mengenai ibuku yang sedang menjalani fisioterapi di salah satu rumah sakit di Surabaya. Nah, taksi online yang aku tumpangi ini kebetulan mengantarku dari rumah sakit menuju rumah.

Seorang wanita semakin tua rentan mengalami osteoporosis dan osteoartitis. Ibaratnya pelumas yang dimiliki oleh wanita itu sudah berkurang atau habis sama sekali. Begitu pula dengan ibuku. Beliau sudah kedua kali ini menjalani fisioterapi. Yang pertama karena beliau pernah jatuh yang mengakibatkan tulang ekor terasa sakit. Setelah dilakukan foto rontgen baru diketahui bahwa beliau mengalami pengapuran atau osteoartitis. Sehingga dokter menginstruksikan fisioterapi. Satu paket fisioterapi terdiri dari 10 kali terapi dan dilakukan seminggu 3 kali.




Untuk ukuran wanita berusia 73 tahun seperti ibuku, rentan sekali jika dilakukan operasi. Sehingga dokter menyarankan lebih baik terapi saja. Terapi pun tidak menyembuhkan pengapuran yang diderita ibuku, hanya mengurangi rasa sakit saja. Ibuku pun tidak ingin dioperasi, mungkin khawatir juga karena ya karena usia yang sudah senja.

Kejadian kedua sebenarnya tidak didahului oleh jatuh dan cidera. Ibuku awalnya merasa jika menggerakkan kepala terdengar bunyi 'klek' dan timbul rasa sakit di bagian leher. Beberapa kali aku memijat beliau, sampai memanggil tenaga pijat online melalui aplikasi namun tak kunjung sembuh juga. Kalau obat pereda nyeri, jangan ditanya lagi sudah habis berapa tablet yang beliau minum. 

Setelah diperiksakan ke dokter dan kembali menjalani rontgen, ternyata diketahui bahwa ibu mengalami Spondilosis Servikal. Wah, bahasa kedokteran yang aku sama sekali tidak mengetahuinya. Segera aku menfaatkan kecanggihan teknologi dengan mencari tahu apa arti istilah tersebut.

Menurut www.alodokter.com , Spondilosis Servikal memiliki arti suatu kondisi yang diakibatkan oleh kerusakan ruas tulang leher dan bantalannya, sehingga menekan saraf tulang belakang dan menimbulkan gejala umum seperti nyeri leher, bahu dan kepala. Spondilosis Servikal terjadi karena proses penuaan namun dapat diperburuk oleh faktor lain.

Begitu aku mengetahui definisi dari istilah tersebut, aku tidak heran karena gejalanya persis seperti yang dialami oleh ibuku. Dokter menyarankan agar ibu tidak boleh menunduk ataupun mendangak terlalu lama. Dan yang lebih penting ternyata sakit di leher ibuku tidak boleh dipijat terlalu keras. Hanya boleh dipijat lembut dan dianjurkan menggunakan minyak urut yang hangat.

Jadi bagi para pembaca yang budiman, jika memiliki orangtua atau family yang sudah masuk usia lansia, terutama usia 70 tahun ke atas, harap berhati-hati dengan segala aktivitasnya. Jika ada keluhan sakit yang tak kunjung sembuh di bagian-bagian tertentu, segera bawa ke dokter agar bisa di diagnosis secepatnya. 
Next Post Previous Post