Semakin Berambisi Semakin Jauh Dari Cita-Cita
Judul di atas sangat sesuai dengan apa yang sedang aku alami dalam hidup ini. Dimana jika aku berambisi terlalu besar maka justru keinginan atau cita-cita yang ingin aku gapai justru semakin menjauh bahkan sama sekali tak tercapai. Mengecewakan bukan ? Banyak hal yang sudah aku lewati dalam hidup ini, dan semakin banyak peristiwa yang aku alami, semakin banyak pula diri ini melakukan muhasabah diri agar tidak terjatuh dan sakit manakala keinginan dan cita-cita tidak terwujud.
Ada beberapa hal yang ingin aku bagi dalam hal ambisi yang tak tercapai. Pertama sekitar tahun 2010 aku sangat ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke Strata 2 dimana kemungkinan keinginanku itu merasal dari perasaan tertinggal dengan beberapa kawan di Strata 1 yang sudah lulus dari pendidikan Magister mereka. Aku sempat mencari-cari beberapa kampus yang membuka program Magister. Namun rupanya aku tidak berjodoh dengan keinginanku. Lebih tepatnya ambisi mungkin ya. Hingga akhirnya tahun 2016 atau enam tahun kemudian Allah SWT baru mengizinkan aku untuk melanjutkan pendidikan S2 di salah satu universitas swasta di Surabaya. Padahal jujur pada waktu itu aku hanya iseng datang ke kampus itu untuk bertanya mengenai program S2. Ternyata ada dan aku coba untuk mendaftar. Alhamdulillah aku bisa menyelesaikan pendidikan S2 sambil bekerja.
Peristiwa lain adalah mengenai jodoh. Aku termasuk yang lambat dalam mendapatkan jodoh yaitu di saat usia sudah menginjak 30 tahun. Bayangkan, teman-temanku semua menikah di usia kurang dari 30 tahun, bahkan ada yang menikah pada saat masih kuliah, masih kinyis-kinyis gitu deh. Pada saat aku memasuki dunia kerja pada tahun 2007, rata-rata teman perempuanku memang banyak yang lebih muda dariku dan belum menikah. Kemudian tahun berganti, beberapa teman kerjaku sudah mulai melakukan prosesi lamaran dengan calon suaminya masing-masing. Akupun kembali tertinggal dengan mereka. Bahkan ada satu kalimat yang sampai sekarang masih terngiang di telingaku. Kalimat itu berasal dari teman kerja laki-laki yang berkata, "Ayo kamu kapan cepet nikah, selak jadi perawan tua". Dan aku pun hanya bisa meringis pasrah tanpa mampu menjawab. Karena kalau aku jawab hanya emosi yang keluar dari mulutku. Aku pun merasa seperti dikejar-kejar target untuk cari jodoh. Tapi namanya belum jodoh, ya tetap saja aku masih jomblo. He he he.
Tiga tahun berselang aku resign dari tempat kerjaku. DI saat itulah aku merasa merdeka karena tak ada lagi omongan-omongan nyinyir dari beberapa orang yang menanyakanku kapan nikah. Alhamdulillah, disaat aku merasa tak ada beban atas pertanyaan itu, Allah SWT memberiku jodoh di saat yang tepat. Akupun menikah.
Cerita terakhir yaitu keinginanku untuk memperbaiki taraf hidup dengan berusaha mencari pekerjaan lain yang (mungkin) lebih baik. Ini ada hubungannya dengan cerita pertamaku melanjutkan jenjang pendidikan ke strata dua. Aku ingin menjadi dosen agar ada peningkatan karir dan taraf hidup. Entah apakah diri ini termasuk hamba-Nya yang kurang bersyukur. Dan memang kenyataannya selama setahun sejak lulus dari Magister, aku mencoba melamar ke berbagai perguruan tinggi swasta, namun tak satupun lamaranku nyantol sebagai dosen. Dua kali dipanggil untuk melakukan tes, malah sampai pada tahap wawancara ternyata akhirnya aku pun tidak diterima. Sedih juga, mengingat perjuanganku kala itu bolak bali Surabaya Malang pp, bahkan harus bangun jam tiga pagi demi sampai ke Kota Malang. Sempat bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa perjuanganku menjadi dosen tak kunjung membawa hasil. Akhirnya aku instrospeksi dan mencoba cooling down sebentar dengan tidak mengirim lamaran kerja sementara waktu.
Lalu aku berkenalan dengan dunia kepenulisan. Sampai saat ini sudah menginjak bulan ketujuh aku menulis. Alhamdulillah aku bisa tergabung di beberapa komunitas menulis. Rasanya luar biasa. Belum lagi ada kabar bahwa aku dihubungi oleh client untuk jasa penempatan Content Placement di akhir Januari lalu. Yang pasti aku dapat honor dari kegiatan bloggingku untuk pertama kali. Kok aku merasa tambah semangat sejak mendapat honor pertama. Padahal aku tidak berambisi apapun lho.
Dari ceritaku ada banyak hikmah yang bisa aku petik. Bahwa semakin aku berambisi meraih suatu keinginan dengan cepat maka seketika Allah SWT tidak akan mengabulkan keinginanku. Selalu ada saja penghalangnya. Buat teman-teman yang pernah mengalami hal seperti diriku, cobalah untuk rehat sejenak dari ambisimu yang bergelora. Segera bermuhasabah dan tentukan rencana jangka pendek saja yang sekiranya bisa engkau capai tanpa embel-embel ambisi apapun.
Aku doakan segala cita-cita kalian tercapai yah.
Credit Foto : Kompasiana.com
Peristiwa lain adalah mengenai jodoh. Aku termasuk yang lambat dalam mendapatkan jodoh yaitu di saat usia sudah menginjak 30 tahun. Bayangkan, teman-temanku semua menikah di usia kurang dari 30 tahun, bahkan ada yang menikah pada saat masih kuliah, masih kinyis-kinyis gitu deh. Pada saat aku memasuki dunia kerja pada tahun 2007, rata-rata teman perempuanku memang banyak yang lebih muda dariku dan belum menikah. Kemudian tahun berganti, beberapa teman kerjaku sudah mulai melakukan prosesi lamaran dengan calon suaminya masing-masing. Akupun kembali tertinggal dengan mereka. Bahkan ada satu kalimat yang sampai sekarang masih terngiang di telingaku. Kalimat itu berasal dari teman kerja laki-laki yang berkata, "Ayo kamu kapan cepet nikah, selak jadi perawan tua". Dan aku pun hanya bisa meringis pasrah tanpa mampu menjawab. Karena kalau aku jawab hanya emosi yang keluar dari mulutku. Aku pun merasa seperti dikejar-kejar target untuk cari jodoh. Tapi namanya belum jodoh, ya tetap saja aku masih jomblo. He he he.
Tiga tahun berselang aku resign dari tempat kerjaku. DI saat itulah aku merasa merdeka karena tak ada lagi omongan-omongan nyinyir dari beberapa orang yang menanyakanku kapan nikah. Alhamdulillah, disaat aku merasa tak ada beban atas pertanyaan itu, Allah SWT memberiku jodoh di saat yang tepat. Akupun menikah.
Cerita terakhir yaitu keinginanku untuk memperbaiki taraf hidup dengan berusaha mencari pekerjaan lain yang (mungkin) lebih baik. Ini ada hubungannya dengan cerita pertamaku melanjutkan jenjang pendidikan ke strata dua. Aku ingin menjadi dosen agar ada peningkatan karir dan taraf hidup. Entah apakah diri ini termasuk hamba-Nya yang kurang bersyukur. Dan memang kenyataannya selama setahun sejak lulus dari Magister, aku mencoba melamar ke berbagai perguruan tinggi swasta, namun tak satupun lamaranku nyantol sebagai dosen. Dua kali dipanggil untuk melakukan tes, malah sampai pada tahap wawancara ternyata akhirnya aku pun tidak diterima. Sedih juga, mengingat perjuanganku kala itu bolak bali Surabaya Malang pp, bahkan harus bangun jam tiga pagi demi sampai ke Kota Malang. Sempat bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa perjuanganku menjadi dosen tak kunjung membawa hasil. Akhirnya aku instrospeksi dan mencoba cooling down sebentar dengan tidak mengirim lamaran kerja sementara waktu.
Lalu aku berkenalan dengan dunia kepenulisan. Sampai saat ini sudah menginjak bulan ketujuh aku menulis. Alhamdulillah aku bisa tergabung di beberapa komunitas menulis. Rasanya luar biasa. Belum lagi ada kabar bahwa aku dihubungi oleh client untuk jasa penempatan Content Placement di akhir Januari lalu. Yang pasti aku dapat honor dari kegiatan bloggingku untuk pertama kali. Kok aku merasa tambah semangat sejak mendapat honor pertama. Padahal aku tidak berambisi apapun lho.
Dari ceritaku ada banyak hikmah yang bisa aku petik. Bahwa semakin aku berambisi meraih suatu keinginan dengan cepat maka seketika Allah SWT tidak akan mengabulkan keinginanku. Selalu ada saja penghalangnya. Buat teman-teman yang pernah mengalami hal seperti diriku, cobalah untuk rehat sejenak dari ambisimu yang bergelora. Segera bermuhasabah dan tentukan rencana jangka pendek saja yang sekiranya bisa engkau capai tanpa embel-embel ambisi apapun.
Aku doakan segala cita-cita kalian tercapai yah.
Credit Foto : Kompasiana.com