Fidusia Dan Jaminan Fidusia

Pengertian Fidusia. Istilah fidusia berasal dari bahasa Romawi, yaitu "fides" yang berarti kepercayaan. Dalam hukum Romawi, fidusia dikenal dengan nama Fiducia Cum Creditore Contracta yang artinya suatu janji kepercayaan yang dibuat antara debitur dengan kriditurnya, di mana isi janji tersebut adalah debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap menguasai secara fisik benda tersebut, dan kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.

Secara umum, fidusia dapat diartikan sebagai pengalihan hak kepemilikan sebuah benda di mana hak kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut. Di negara Belanda, fidusia dikenal dengan istilah Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan fidusia adalah :
  • pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.


Banyak ahli juga telah mengemukakan pendapatnya tentang pengertian dari fidusia, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Munir Fuady, berpendapat bahwa fidusia adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan.
  • Oey Hoey Tiong, berpendapat bahwa fidusia adalah suatu bentuk jaminan atas benda-benda bergerak di samping gadai yang dikembangkan oleh yurisprudensi.
  • A. Hamzah dan Senjun Manulang, berpendapat bahwa fidusia adalah suatu cara pengalihan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan adanya suatu perjanjian pokok (perjanjian hutang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridische levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secar kepercayaan saja (sebagai jaminan hutang debitur) sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter melainkan hanya sebagai detentor atau houder untuk atas nama kreditur eigenaar.

Unsur-Unsur Fidusia. Berdasarkan pengertian fidusia tersebut di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur fidusia adalah :
  • pengalihan hak kepemilikan suatu benda.
  • dilakukan atas dasar kepercayaan.
  • kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.


Perbedaan Antara Fidusia dan Gadai.  Pada prinsipnya fidusia berbeda dengan gadai. Perbedaan yang paling mendasar antara fidusi dan gadai diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Fidusia :
  • fidusia diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
  • fidusia merupakan jaminan serah terima kepemilikan, maksudnya adalah debitur (pemberi fidusia) tidak menyerahkan benda jaminan secara fisik kepada kreditur (penerima fidusia), tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum possessorium), hanya saja pihak debitur tidak diperbolehkan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain. 
  • fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur (penerima fidusia) untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan.
  • fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur (penerima fidusia) untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.

2. Gadai :
  • gadai diberikan hanya atas benda bergerak.
  • jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan debitur (pemberi gadai), yaitu dengan menyerahkan benda obyek gadai secara fisik (lavering) kepada kreditur (penerima gadai).
  • gadai memberikan hak kepada kreditur (penerima gadai) untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference).
  • gadai memberikan kewenangan kepada kreditur (penerima gadai) untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.  


Pengertian Jaminan Fidusia. Ketentuan mengenai jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah :
  • hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kriditur lainnya.


Menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, pengakuan terhadap eksistensi jaminan fidusia bermula dari adanya yurisprudensi melalui putusan pertamanya tentang fidusia dalam perkara yang dikenal dengan nama Bier Brouwrij Arrest, tanggal 25 Januari 1929 yang menyatakan bahwa jaminan fidusia tidak dimaksudkan untuk menyelendupkan atau menggagalkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh undang-undang dengan secara tidak pantas.


Sifat Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia yang dibuat antara kreditur sebagai penerima fidusia dan debitur sebagai pemberi fidusia pada hakekatnya mempunyai beberapa sifat, diantaranya adalah :

1. Jaminan Fidusia Bersifat Accessoir
Dalam undang-undang tentang jaminan fidusia dijelaskan bahwa pembebanan jaminan fidusia diperuntukkan sebagai agunan bagi pelunasan hutang debitur sebagai pemberi fidusia. Hal tersebut berarti bahwa perjanjian jaminan fidusia merupakan suatu perjanjian ikutan dari perjanjian pokok. Hal tersebut sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa : 
  • Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

Sebagai suatu perjanjian yang memiliki sifat accessoir dari perjanjian pokok-nya, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat :
  • ketergantungan terhadap perjanjian pokok.
  • keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah atau tidaknya perjanjian pokok.
  • sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi. 
Karena sifatnya yang accessoir, perjanjian pemberian jaminan merupakan perjanjian bersyarat, dengan syarat pembatalan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan Pasal 1253 jo Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dengan konsekuensi pemberian jaminan fidusia tersebut dengan sendirinya berakhir atau hapus apabila perjanjian pokoknya hapus, antara lain yang terjadi karena adanya pelunasan hutang.


2. Jaminan Fidusia Merupakan Perjanjian Obligatoir.
Perjanjian yang bersifat obligatoir :
  • akan melahirkan hak-hak yang sifatnya persoonlijk. Sesuai dengan sistem hukum Romawi fiducia cum creditoria dalam pengertian klasik, yaitu melahirkan hak eigendom bagi kreditur meskipun dengan pembatasan-pembatasan sebagaimana yang diperjanjikan antara para pihak.
  • hak penerima fidusia merupakan hak milik yang sepenuhnya, meskipun hak tersebut dibatasi oleh hal-hal yang ditetapkan bersama dengan perjanjian dan hanya bersifat pribadi. Oleh karena hak yang diperoleh penerima fidusia merupakan hak milik sepenuhnya, maka penerima fidusia bebas menentukan cara pemenuhan piutangnya terhadap benda yang dijaminkan melalui fidusia.

Baca juga : Pengertian Leasing

3. Jaminan Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan (Droit de Preference).
Sifat droit de preference memberikan kedudukan untuk diutamakan pada jaminan fidusia. Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang pada prinsipnya menyebutkan bahwa :
  • penerima fidusia memiliki hak didahulukan terhadap kreditur lain.
  • hak yang didahulukan tersebut adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
  • hak didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia.
Penerima fidusia merupakan kreditur yang mempunyai kedudukan terkuat di antara kreditur-kreditur lain, seperti halnya pemegang gadai, hipotek, atau hak tanggungan yang pemenuhan atas piutangnya harus didahulukan dibandingkan kreditur lainnya yang diambil dari hasil eksekusi benda yang dijadikan obyek jaminan fidusia.

4. Jaminan Fidusia Sebagai Hak Kebendaan (Droit de Suite).
Sifat droit de suite dari jaminan fidusia dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menjelaskan bahwa :
  • Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia. 
Dalam penjelasan ketentuan Pasal 20 tersebut disebutkan bahwa ketentuan ini mengakui prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem).
Pemberian sifat kebendaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegang hak kebendaan, yang didasari bahwa benda jaminan tetap menjadi milik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya selama penjaminan berlangsung tetap berwenang untuk mengambil tindakan kepemilikan atas benda jaminan miliknya. Dengan adanya sifat droit de suit pada jaminan fidusia, maka hak kreditur tetap mengikuti bendanya kepada siapapun dia berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemberi jaminan.


Ruang Lingkup Jaminan Fidusia. Kecuali diperjanjikan lain, ruang lingkup jaminan fidusia meliputi :
  • hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
  • klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia diasuransikan.

Pendaftaran Jaminan Fidusia. Hal-hal yang bekaitan dengan pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam ketentuan Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor : 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan  Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 menentukan bahwa :
  • benda, baik yang berada di dalam wilayah Negara Republik Indonesia maupun yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan. 
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 11 tersebut dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup tugas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.


Tujuan Pendaftaran Jaminan Fidusia. Tujuan dari kewajiban untuk mendaftarkan jaminan fidusia tersebut adalah :
  • untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.
  • memberikan hak yang didahulukan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain.

Prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
  • Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya pada Kantor Pendaftaran Fidusia, yang diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan melampirkan pernyataan pendaftaran fidusia yang memuat : identitas pihak pemberi dan penerima jaminan fidusia, uraian mengenai akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai obyek benda jaminan yang menjadi obyek jaminan fidusia, nilai penjaminan, serta nilai benda yang menjadi obyek benda jaminan fidusia.
Permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut harus dilengkapi dengan :
  • salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia.
  • surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia.
  • bukti pembayaran biaya jaminan fidusia.


Apabila seluruh prosedur dan syarat-syarat pendaftaran fidusia tersebut telah dilengkapi dan memenuhi persyaratan, maka Kantor Pendaftaran Fidusia akan menerbitkan sertipikat jaminan fidusia. Dengan terbitnya sertipikat fidusia tersebut, maka :
  • bagi pihak kreditur (penerima fidusia), adanya sertipikat jaminan fidusia dimaksud memberikan kekuatan hukum untuk penarikan atau pengambilan benda yang dijadikan jaminan apabila debitur (pemberi fidusia) melakukan wanprestasi atau lalai. Dengan adanya sertipikat jaminan fidusia, kreditur akan mendapatkan dukungan legal dari aparat hukum dengan pembuatan surat eksekusi serta pengamanan dalam proses eksekusi tersebut. 
  • bagi pihak debitur (pemberi fidusia), adanya sertipikat jaminan fidusia berperan melindungi kemungkinan tindakan sewenang-wenang oleh pihak kreditur yang menyita benda yang dijadikan jaminan karena adanya hak eksekusi. 


Hapusnya Jaminan Fidusia. Terdapat beberapa hal yang menjadi sebab hapusnya jaminan fidusia, yaitu :
  • hapusnya/lunasnya hutang yang dijamin oleh jaminan fidusia.
  • pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.
  • musnahnya benda yang menjadi jaminan fidusia.
Saat jaminan fidusia hapus oleh karena sebab-sebab tersebut di atas, maka pemberi fidusia berdasarkan surat keterangan pelunasan dari pihak kreditur atau penerima fidusia harus memberitahukannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia untuk selanjutnya dilakukan pencoretan atau penghapusan pencatatan jaminan fidusia. Selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia akan menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertipikat jaminan fidusia yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Jaminan fidusia tersebut akan dicoret dari buku daftar fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Eksekusi Jaminan Fidusia. Fidusia merupakan suatu jaminan khusus kebendaan yang memberikan kreditur (penerima fidusia) untuk didahulukan dalam memperoleh pelunasan. Pelunasan dimaksud diperoleh dari hasil penjualan benda milik debitur (pemberi fidusia) yang telah diikat dengan jaminan fidusia pada saat debitur melakukan wanprestasi atau cidera janji

Berkaitan dengan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia tersebut ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan :
  1. Dalam sertipikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
  2. Sertipkat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  3. Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Baca juga : Beberapa Permasalahan Dalam Fidusia

Selanjutnya ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia  menyebutkan :
(1) Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara :
  • a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia.
  • b. penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
  • c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilaukan setelah lewat satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua surat kabar yang tersebuar di daerah yang bersangkutan. 


Merujuk pada ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999, bahwa dalam sertipikat jaminan fidusia terdapat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Atas dasar hal tersebut maka kreditur mempunyai hak untuk melakukan eksekusi, yaitu menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (parate eksekusi). Penjualan benda yang digunakan sebagai jaminan tersebut dilakukan oleh kreditur melalui pelelangan umum atau di bawah tangan dengan kesepakatan debitur, di mana penjualan tersebut dilakukan setelah lewat satu bulan sejak diberitahukannya pihak-pihak yang berkepentingan oleh debitur dan kreditur dan diumumkan dalam dua surat kabar. 


Eksekusi Jaminan Fidusia Setelah Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Terhadap eksekusi benda yang digunakan sebagai jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah diadakan pengujian undang-undang (judicial review) di Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor : 18/PUU-XVII/2019,  Mahkamah Konstitusi memberikan putusan dengan memberi penafsiran terhadap frasa kekuatan eksekutorial, frasa sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, serta frasa cidera janji dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 tersebut. Pada intinya, putusan Mahkamah Konstitusi berisikan sebagai berikut :
  1. Terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang wanprestasi atau cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela obyek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertipikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  2. Adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji.


Berdasarkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa : 
  • eksekusi jaminan fidusia dilakukan pada saat adanya kesepakatan mengenai wanprestasi atau cidera janji, dan kerelaan debitur untuk menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
  • apabila tidak terdapat kesepakatan mengenai wanprestasi atau cidera janji dan debitur tidak menyerahkan obyek jaminan secara sukarela, maka prosedur eksekusi jaminan fidusia dilakukan sama dengan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu dengan mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri
  • wanprestasi atau cidera janji juga tidak dapat dilakukan secara sepihak, harus ada kesepakatan mengenai wanprestasi atau cidera janji yang ditentukan oleh kedua belah pihak atau atas dasar upaya hukum (gugatan) yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah melakukan wanprestasi atau cidera janji.

Dalam praktek, perjanjian jaminan fidusia seringkali diadakan sebagai tambahan jaminan pokok, manakala jaminan pokoknya dianggap kurang memenuhi.

Semoga bermanfaat.
Next Post Previous Post